Jika kamu kelas menengah ngehek, pecinta seni tapi budget pas-pasan, ditambah lagi tidak ingin egois membajak karya orang meski tujuannya untuk pribadi, saya bisa tunjukkan caranya.
Setiap kali ke eksebisi karya seni, saya selalu takjub dengan imaji ajaib para seniman, tentu karya mereka bukan buat saya yang di luar segmennya.
Saya hanya melihat karya mereka sebelum dibeli oleh orang-orang berduit. Cukup seperti itu hiburan bagi rakyat jelata seperti saya menikmati seni, bahkan tidak pernah membayangkan lukisan-lukisan itu terpajang di dinding rumah saya.
Terakhir sebuah galeri memberikan secara cuma-cuma katalog para maestro kepada saya, buku tebal berisi lukisan-lukisan mind blowing beserta cerita di baliknya. Alasan mereka memberikan katalog mahal itu adalah senang melihat saya yang takjub di depan salah satu koleksi mereka.
Satu-satunya yang saya lakukan kala itu, melihat sebuah lukisan selama hampir 15 menit, berdiri semeter di depan lukisan, membayangkan bahwa saya ada di dalamnya. Ketakjuban saya seperti saat sedang jatuh cinta, senyum-senyum sendiri.
Here is the thing, I just moved out and find out my living room need more pictures, not a cringe one with typograph 'HOME', even arabic calligraphy which I can't read clearly or semi-aesthetic-pinterest-printed plants images from google. And this is what we can do.
Commissioned works
So I decided to contact talented artist who offers commissioned works. He is Azam Raharjo, as I know from his timeline on twitter with creepy, dramatic and artsy manga. He's an illustrator and by his hand, we are recreate image of my favorite movie Interstellar.
Ada yang bilang, mencari karya seni dari artist yang masih hidup, berarti juga sekaligus memutar 'ekonomi seni' yang sedang berlangsung. Dengan keterbatasan dana yang saya miliki sebagai kelas menengah ngehek ini, saya bisa mewujudkan impian menghargai karya seni seseorang dengan memasangnya di dinding rumah saya.
Saya tidak akan bisa membeli karya seorang maestro yang sudah meninggal, atau karya pelukis tersohor yang masih hidup, jadi dengan cara ini saya tak harus melakukan tindakan 'ilegal' sekaligus 'egois' mereplikasi karya seseorang yang saya cari gambarnya melalui google images lalu mencetaknya.
So I asked my bestfriend, Ifa Nahdi, dia adalah pecinta seni sejati. "Apakah commisioned works itu etis?" Dia menjawabnya "Ya, selama deal harganya ada, ya tidak masalah."
Adopsi karya seni
Jelang Natal, saya lihat sketsa Gelar Prakosa di Twitter. Langsung jatuh cinta dengan dua sketsa: Yesus dan Bunda Maria versi jawa. Dia mencetak sketsa yang sudah dibuat menjadi 10 lembar, menjualnya melalui Twitter.
Dalam percakapan kami, Gelar sempat bilang "Terima kasih, telah mengadopsi sketsa saya," lalu saya balas "Sketsanya bagus, semoga setelah pandemi bisa eksebisi."
And that's what we called 'adopted piece of art.
Print art
Dua artist yang saya sebut di atas menghasilkan gambar yang bisa dicetak. Azam melukis dengan cara digital dan menghasilkan karya dengan format digital, saya mencetak karyanya lewat jasa percetakan dan mewanti-wanti agar tidak diperbanyak, karena sejak awal perjanjian seni komisi dengan Azam ya peruntukannya pribadi.
Sementara GP masih menggambar di atas kertas tetapi diperbanyak dengan mencetaknya.
Print art juga bisa kita beli di banyak tempat, salah satunya Ikea. Mereka secara legal memperbanyak karya seni para artist, bonusnya kita bisa kenal siapa yang membuat artwork itu, karena Ikea mencantumkan nama artistnya..
Jika kelak punya uang yang cukup untuk menghargai karya seni para artist tersohor, sudah barang tentu, uang itu tidak seberapa dengan imajinasi, usaha, perjalanan spiritual termasuk pengalaman hidup yang dimiliki masing-masing artitst.
Bagi saya, rumah adalah kuil hidup berisi semua tentang kita. Iya, membajak karya orang, apalagi asal beli sesuatu yg cringe demi keestetikan ruangan tidak akan kekal.
Apa yang ada di dalam rumah, menurut saya adalah sesuatu yang pernah membuat saya jatuh hati, entah itu gambar, sketsa, bahkan gelas kopi. Sesuatu yang berisi memori dan bukan tentang pemuas mata orang lain.
Sesuatu yang tak harus 'estetik', tapi melekat di setiap momen.
Comments
Post a Comment