Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2022

Kata orang itu berbahaya

Satu kalimat bikin ambyar, sampai tak bisa tidur dan tiba-tiba lenyap tak berbekas ketika berhasil tidur lalu terbangun esok hari. Sudah plong dan tidak kepikiran lagi. Kadang manusia memang butuh waktu untuk bisa mencerna segala realita yang terjadi dan konsekuensi yang ditimbulkan.  Waktu yang dibutuhkan untuk memahami bahwa apa yang dipikirkan itu tidak akan pernah terjadi. Mengapa harus memikirkan apa yang tidak akan terjadi dan fokus terhadap probabilitas di luar kendali kita? Belakangan saya berpikir, ada beberapa lagu selama tiga tahun terakhir yang melekat sekali, semacam identitas waktu tertentu lewat sebuah nada. Lagu-lagu yang membangkitkan memori dan mengingat lagi momen manis yang menyelimuti. Lalu terpikir, apakah bisa terperangkap dalam momen itu? Ternyata tidak bisa, kita hanya bisa mengingat tetapi tidak bisa mengulang.  Saya berkata dalam hati, mungkin benar adanya tentang menikmati momen saat ini dengan segala daya yang kita miliki agar ketika mengingat kembali tidak

New York dan realita

Suatu hari saya pernah gagal melanjutkan sekolah di Universitas di New York, sudah kepalang tanggung resign dari tempat kerja. Terdampar ketika musim dingin dan kembali tertampar di realita Jakarta.  Bebeapa mungkin ada yang mencibir, tetapi saya pikir konsekuensi logis karena sudah woro-woro sekolah dan ternyata kembali tanpa gelar karena perkara funding.   Saya punya semacam “Hollywood dream” tentang New York, dicekoki semenjak film Home Alone dan sederet film lainnya yang menyuguhkan sisi gemerlap New York.  Atau buku-buku tentang New York dan meromantisasi kemegahan kota itu.  Itulah saya 10 tahun lalu. Anak muda yang mabuk cinta dengan kota yang digambarkan film-film. Belum berpikir bayar sewa tempat tinggal, makan sehari-hari dan apa yang akan saya lakukan selain jalan-jalan di Time Square dengan panoramic view lalu lari pagi di Central Park?  Saya berpikir begini: “Pokoknya saya harus bisa menetap di sana ketika usia 30an.” Dan lihatlah saya masih di Jakarta, menulis ini sembari

Setelah ini, apa?

Foto di atas adalah seorang kakek yang mengantre oksigen pada Juni 2021.  Puncak kasus Omicron digabung dengan kecemasan bersama yang dialami orang-orang sedunia, jadilah: Breakdown moment.  Thinking back on earlier time when July 2021 marked as the most breakdown moment for me to report about the peak of Omicron cases in Jakarta.  Since March 2020, everything looks hazy. We did everything to keep (or to be) alive.  And that sounds crazy when we remembering what kind of wacky acts we did to minimized the risks.  And I put a trust on hand sanitizer rather than the minister who speaks, because from what we learn trough dark momentum since 2020, I think government has failed in term of communicate with its people eventhough they have all resources to do so.  Every country is on a race to handle this global pandemic, some have done what they were supposed to do, and some of them get a bumpy road, we can (finally) get rid of it, in a time when most of countries except China have